Rumah adat bali

Bali, pulau yang dikenal dengan keindahan alam dan budayanya yang kaya, juga menawarkan warisan arsitektur yang khas dan menawan. Salah satu aspek yang paling menonjol dari warisan budaya ini adalah rumah adat Bali. Rumah adat Bali, atau uma dalam bahasa setempat, bukan hanya sekadar tempat tinggal, melainkan juga manifestasi dari filosofi hidup, nilai-nilai spiritual, dan kearifan lokal masyarakat Bali. Arsitektur rumah adat Bali mencerminkan harmonisasi antara manusia dan alam, di mana tata letak bangunan, desain, serta material yang digunakan, semuanya mengikuti prinsip-prinsip tradisional yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.

Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi keunikan dan keindahan rumah adat Bali. Dari filosofi yang mendasari pembangunannya hingga detail arsitektur yang penuh makna, rumah adat Bali menawarkan wawasan mendalam tentang cara hidup yang terintegrasi dengan lingkungan dan budaya sekitarnya. Mari kita telusuri lebih dalam tentang unsur-unsur arsitektur rumah adat Bali yang membuatnya menjadi salah satu ikon budaya yang mempesona di Nusantara.

Filosofi yang Melekat pada Rumah Adat Bali

Rumah adat Bali selain kaya dengan macam-macam bangunan dan ruangannya, juga memiliki filosofi unik. Jadi, dalam setiap pembuatan rumah terdapat sebuah kepercayaan yang menyertai setiap langkahnya. Baik itu tentang bentuk, ukuran, letak, maupun filosofi yang menyertainya. Nah, bagi masyarakat Bali, ada filosofi yang menyebutkan bahawa di dalam hidup akan tercipta sebuah keharmonisan.

Syaratnya yaitu adanya tiga aspek yang dipenuhi, yaitu palemahan, pawongan, dan parahyangan. Maka dari itu, ketika membangun sebuah rumah atau hunian, ketiganya harus ada, yang biasa disebut dengan istilah Tri Hita Karana. Pawongan memiliki arti penghuni rumah, kemudian palemahan diartikan sebagai adanya hubungan baik antara orang yang menjadi penghuni dengan lingkungan rumah yang ditinggali.

Adapun arsitektur tradisional rumah Bali sendiri memiliki hiasan dan ukiran, perabotan, dan pemberian warna yang beragam. Semua itu memiliki arti masing-masing dan tidak sembarangan diterapkan. Ada ketentuan dan artinya sendiri-sendiri. Ragam hias tersebut digunakan untuk mengungkapkan keindahan simbol-simbol dan sebagai alat komunikasi. Selain itu, ragam hiasan yang dipakai juga menggunakan fauna yang diaplikasikan dalam bentuk patung. Patung-patung ini nantinya juga memiliki simbol-simbol dalam pengadaan ritual.

Jadi, ketika Anda jalan-jalan ke Bali, terutama ke perumahan-perumahan di sana, tak usah heran jika masih banyak sesajen di sana-sini. Sesaji ini biasanya akan ditaruh di wadah berupa janur dan kembang dengan dupa yang menyala. Begitu juga dengan Pura, yang bangunannya bisa ditemui di mana saja. Bahkan di perkantoran atau pertokoan pun Anda bisa melihat ada Pura.

Rumah adat Bali ini dibangun dengan aturan Asta Kosala Kosali, yang syarat akan makna dan filosofi, dan hampir mirip dengan budaya China. Makanya, ketika membangun rumah adat, masyarakat Bali akan memperhatikan sudut dan arah. Karena dalam kepercayaan masyarakat Bali, arah memiliki arti penting dalam kehidupan suku Bali. Adapun yang dianggap paling suci atau keramat adalah ketika membangun rumah di arah gunung.

Kenapa? Sebab gunung dianggap sesuatu yang amat keramat. Sehingga arahnya juga keramat, yang biasa disebut dengan istilah Kaja. Nah, sebaliknya, hal-hal yang dianggap tidak suci akan dihadapkan ke arah laut, atau dikenal dengan istilah Kelod. Hal tersebut juga menjadi patokan ketika membangun Pura desa. Karena dianggap suci, maka pura desa akan dihadapkan ke arah gunung atau Kaja, sementara pura dalem atau kuil yang berhubungan dengan kematian, akan dihadapkan ke laut atau Kelod.

Hal-hal tersebut memang telah diatur oleh masyarakat adat Bali. Dalam setiap kehidupan, bahkan dalam hal pembangunan rumah adat, mereka akan selalu berpatokan pada kehidupan agama dan adatnya. Sehingga wajar saja ketika setiap aktivitas yang mereka lakukan dilandaskan pada aturan-aturan tertentu.

Macam-Macam Rumah Adat Bali dan Keunikannya

Rumah adat Bali memiliki arsitektur khusus, di mana bangunannya memiliki struktur, fungsi, dan juga ornamen yang sudah dipakai turun-temurun. Bahkan menurut masyarakat, bangunan rumah mereka sudah tercantum dalam kitab suci Weda. Hunian di sana juga diibaratkan sebagai miniatur alam semesta. Rumah adat di sana memiliki dua bagian, yaitu Gapura Candi Bentar dan rumah hunian.Rumah adat Bali juga terdiri dari beberapa macam bangunan, di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Angkul-Angkul (Pintu Gerbang)

Angkul-Angkul adalah pintu gerbang utama yang menghubungkan kompleks rumah dengan dunia luar. Keunikannya adalah:

  • Fungsi Protektif dan Simbolis: Angkul-angkul melambangkan perlindungan terhadap rumah dari pengaruh negatif. Gerbang ini sering dihiasi dengan ukiran khas Bali yang menggambarkan motif-motif religius dan simbol perlindungan.
  • Arsitektur Megah: Memiliki atap bertingkat yang disebut Meru dan pintu yang biasanya terbuat dari kayu dengan ukiran rumit.

2. Aling-Aling (Sekat Pelindung)

Aling-Aling adalah sekat kecil yang terletak tepat di belakang pintu gerbang. Keunikannya:

  • Fungsi Mistis: Berfungsi untuk menghalangi roh jahat masuk langsung ke dalam kompleks rumah. Aling-aling dianggap mampu mengalihkan pandangan roh jahat.
  • Desain Sederhana: Biasanya berupa tembok rendah atau patung yang ditempatkan strategis di area masuk.

3. Bale Daja atau Bale Meten (Paviliun Tidur)

Bale Daja (juga dikenal sebagai Bale Meten) adalah bangunan yang digunakan sebagai tempat tidur kepala keluarga. Keunikannya:

  • Lokasi Strategis: Biasanya terletak di bagian utara atau timur dari kompleks, sesuai dengan arah yang dianggap suci.
  • Struktur Khas: Dibangun dari kayu dengan atap rumbia atau genteng dan memiliki lantai yang sedikit terangkat dari tanah. Di dalamnya terdapat Gelebeg (ruang penyimpanan barang berharga).

4. Bale Dangin atau Bale Gede (Paviliun Serbaguna)

Bale Dangin atau Bale Gede adalah bangunan serbaguna yang digunakan untuk berbagai aktivitas keluarga. Keunikannya:

  • Fungsi Fleksibel: Digunakan untuk upacara adat, pertemuan keluarga, dan makan bersama. Lokasinya di sebelah timur kompleks rumah.
  • Desain Besar: Memiliki ukuran lebih besar dengan pilar-pilar penyangga yang kokoh dan sering dihiasi dengan ornamen-ornamen tradisional.

5. Bale Dauh (Paviliun Berkumpul)

Bale Dauh adalah tempat berkumpul keluarga atau menerima tamu. Keunikannya:

  • Fungsi Sosial: Digunakan sebagai ruang santai atau tempat bercengkerama dengan tamu.
  • Tata Letak: Biasanya terletak di sebelah barat dari kompleks rumah dan memiliki desain yang lebih terbuka.

6. Bale Sekenem (Paviliun Tambahan)

Bale Sekenem adalah paviliun tambahan yang digunakan untuk berbagai keperluan, termasuk tempat tidur bagi anggota keluarga lainnya. Keunikannya:

  • Ukuran Lebih Kecil: Dibandingkan dengan Bale Gede atau Bale Daja, Bale Sekenem memiliki ukuran yang lebih kecil.
  • Fleksibilitas Fungsi: Selain sebagai tempat tidur, juga digunakan untuk aktivitas lain seperti belajar atau bekerja.

7. Paon (Dapur)

Paon adalah dapur tradisional Bali. Keunikannya:

  • Lokasi Tersembunyi: Biasanya terletak di bagian belakang atau sudut kompleks, sesuai dengan konsep kesucian yang memisahkan antara yang suci dan sekuler.
  • Peralatan Tradisional: Dapur ini sering kali menggunakan tungku kayu dan alat-alat memasak tradisional.

8. Lumbung (Gudang Penyimpanan)

Lumbung adalah bangunan kecil yang digunakan untuk menyimpan hasil pertanian seperti padi. Keunikannya:

  • Desain Khas: Memiliki atap yang tinggi dan berbentuk unik, sering kali terbuat dari bambu dan anyaman.
  • Fungsi Penting: Menyimpan hasil panen sebagai cadangan pangan dan perlambang kemakmuran.

9. Sanggah atau Merajan (Tempat Suci)

Sanggah atau Merajan adalah tempat suci keluarga yang terletak di bagian utara atau timur kompleks rumah. Keunikannya:

  • Fungsi Religius: Digunakan untuk sembahyang dan upacara adat, tempat ini sangat dihormati dan dianggap sebagai pusat spiritual keluarga.
  • Desain Sakral: Biasanya dihiasi dengan patung-patung dewa, bunga, dan sesaji yang dipersembahkan setiap hari.

10. Natah (Halaman Tengah)

Natah adalah halaman tengah yang terbuka di antara bangunan-bangunan dalam kompleks rumah. Keunikannya:

  • Ruang Terbuka: Berfungsi sebagai ruang terbuka untuk aktivitas keluarga dan area ventilasi.
  • Desain Multifungsi: Biasanya dilengkapi dengan taman atau tempat duduk untuk beristirahat dan berinteraksi.

Beragam Ukiran dan Hiasan untuk Rumah Adat Bali

Rumah adat Bali tak hanya memukau dengan arsitekturnya yang unik, tetapi juga dengan kekayaan ukiran dan hiasannya. Setiap ukiran dan hiasan memiliki makna dan filosofi yang mendalam, mencerminkan nilai-nilai budaya dan kepercayaan masyarakat Bali. Berikut beberapa jenis ukiran dan hiasan yang umum ditemukan pada rumah adat Bali:

1. Ukiran Kala

Kala adalah ukiran yang menggambarkan wajah raksasa atau makhluk mistis pada bangunan rumah adat Bali.

  • Makna: Kala melambangkan kekuatan dan perlindungan terhadap roh jahat serta energi negatif. Ukiran ini sering dipasang di atas pintu gerbang (angkul-angkul) atau atap.
  • Ciri Khas: Memiliki ekspresi wajah yang menakutkan dengan gigi taring tajam dan mata melotot, sering dikelilingi oleh ukiran motif api atau gelombang.

2. Ukiran Singa

Ukiran Singa menggambarkan singa atau harimau yang digunakan untuk melambangkan kekuatan dan keberanian.

  • Makna: Ukiran ini diyakini mampu mengusir roh jahat dan memberikan perlindungan spiritual kepada penghuni rumah.
  • Ciri Khas: Singa atau harimau digambarkan dengan detail yang kuat, sering ditempatkan pada pintu gerbang atau pada pilar bangunan.

3. Ukiran Garuda

Garuda adalah burung mitologis yang menjadi wahana Dewa Wisnu.

  • Makna: Garuda melambangkan kebijaksanaan, kekuatan, dan keberanian. Ukiran ini sering digunakan untuk melindungi dari bahaya dan sebagai simbol kebajikan.
  • Ciri Khas: Ukiran Garuda memiliki sayap yang lebar, paruh kuat, dan cakar tajam, sering ditemukan di bagian atap atau di pintu masuk utama.

4. Ukiran Patra Sari

Patra Sari adalah motif ukiran yang menggambarkan dedaunan dan bunga.

  • Makna: Motif ini melambangkan kesuburan, keindahan alam, dan kesejahteraan. Patra Sari sering digunakan untuk menghiasi bangunan agar lebih estetis dan menyatu dengan lingkungan.
  • Ciri Khas: Ukiran ini biasanya detail dan berulang, menghiasi bagian-bagian seperti kusen pintu, jendela, dan pilar.

5. Ukiran Boma

Boma adalah ukiran wajah yang sering dipasang di atas pintu atau gerbang.

  • Makna: Boma diyakini membawa energi positif dan melindungi rumah dari energi negatif. Ini juga melambangkan kekuatan bumi.
  • Ciri Khas: Biasanya memiliki ekspresi wajah yang garang dengan rambut atau ornamen yang berputar-putar di sekelilingnya.

6. Ukiran Patra Samblung

Patra Samblung adalah ukiran yang menggambarkan motif geometri seperti garis dan lingkaran.

  • Makna: Melambangkan keseimbangan dan keteraturan. Motif ini sering digunakan untuk memberikan sentuhan seni pada elemen-elemen struktural bangunan.
  • Ciri Khas: Terdiri dari pola-pola berulang yang simetris, menghiasi bagian atas pintu, jendela, dan tiang bangunan.

7. Ukiran Pepatraan

Pepatraan adalah hiasan ukir pada kayu atau batu yang menggambarkan pola tumbuhan, seperti daun dan bunga.

  • Makna: Menggambarkan hubungan harmonis antara manusia dan alam, serta mengekspresikan keindahan dan seni yang integral dalam budaya Bali.
  • Ciri Khas: Pola ukiran ini biasanya rumit dan berkelok-kelok, sering menghiasi bagian dalam dan luar bangunan, termasuk pilar dan rangka atap.

8. Ukiran Patra Punggel

Patra Punggel adalah ukiran berbentuk lingkaran yang terdiri dari pola tumbuhan atau ornamen.

  • Makna: Melambangkan kesatuan dan kesinambungan hidup, serta keseimbangan alam semesta.
  • Ciri Khas: Bentuknya bulat dengan detail rumit di tengah, biasanya digunakan sebagai hiasan pada pilar atau dinding.

9. Ukiran Keketusan

Keketusan adalah ukiran yang sering menggambarkan cerita rakyat, mitologi, atau kejadian sejarah.

  • Makna: Digunakan untuk mengisahkan legenda atau memberikan pelajaran moral. Motif ini sering menghiasi bangunan-bangunan penting atau paviliun upacara.
  • Ciri Khas: Berupa relief yang menggambarkan adegan-adegan cerita dengan detail sangat tinggi dan naratif.

10. Ukiran Patra Gelung

Patra Gelung adalah ukiran yang menggambarkan bentuk gelungan atau lingkaran yang berliku-liku.

  • Makna: Melambangkan kelestarian dan kesinambungan. Motif ini sering digunakan pada bagian atap atau atas pintu.
  • Ciri Khas: Bentuknya melingkar dengan detail yang rumit, sering menghiasi bagian puncak bangunan atau ujung atap.

11. Hiasan Patra Bajra

Patra Bajra adalah hiasan yang menggambarkan ornamen petir atau senjata dewa.

  • Makna: Simbol perlindungan dan kekuatan. Biasanya dipasang di tempat-tempat strategis untuk mengusir energi negatif.
  • Ciri Khas: Desainnya menggambarkan kilatan petir atau alat yang digunakan oleh dewa, sering kali dengan detail yang menonjol.

12. Ukiran Pepatran Wong-Wongan

Pepatran Wong-Wongan adalah ukiran yang menggambarkan figur manusia dalam berbagai posisi.

  • Makna: Menceritakan kehidupan sehari-hari, legenda, atau tokoh penting. Ukiran ini sering berfungsi sebagai hiasan edukatif dan artistik.
  • Ciri Khas: Ukiran ini menggambarkan figur-figur manusia dengan detail pada wajah, pakaian, dan aktivitas mereka, sering ditemukan pada relief atau panel dinding.

Kesimpulan

Rumah adat Bali merupakan salah satu manifestasi dari kekayaan budaya dan spiritualitas masyarakat Bali. Lebih dari sekadar tempat tinggal, rumah adat Bali mencerminkan harmonisasi antara manusia dan alam, berakar pada filosofi Tri Hita Karana yang mengintegrasikan hubungan antara manusia (pawongan), alam (palemahan), dan Tuhan (parahyangan). Struktur rumah adat Bali mengikuti prinsip-prinsip tradisional seperti Asta Kosala Kosali, yang menekankan pentingnya orientasi arah dan penggunaan ruang dalam arsitektur.

Beragam bangunan dalam kompleks rumah adat, seperti Angkul-Angkul (pintu gerbang), Aling-Aling (sekat pelindung), Bale (paviliun), Paon (dapur), dan Sanggah (tempat suci), masing-masing memiliki fungsi dan makna tersendiri. Selain itu, rumah adat Bali juga dihiasi dengan berbagai ukiran dan hiasan seperti Kala, Singa, Garuda, dan Patra Sari yang tidak hanya mempercantik tampilan bangunan tetapi juga memiliki nilai simbolis dan spiritual.

Keberadaan berbagai ukiran dan hiasan pada rumah adat Bali menunjukkan kekayaan seni dan kepercayaan masyarakat Bali, di mana setiap detail memiliki makna dan fungsi tertentu, sering kali berkaitan dengan perlindungan, kesejahteraan, dan komunikasi simbolis.

Tinggalkan komentar